Homo Homini Lupus

Aishhhhh masih pada ingat ngga dengan istilah Homo Homini Lupus.. yang artinya manusia adalah serigala (pemangsa) bagi manusia lainnya. Hahhaha.. Tiba-tiba saja teringat akan istilah ini, usai pembicaraanku dengan seorang kawan.

image

Sejatinya kita selalu diminta untuk berbuat baik pada sesama manusia atau حَبْلٌ مِّنَ النَّاسِ / hablumminannasi. Dalam Al-Quran (QS An-Nur [24]: 22) disebutkan bahwa “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat(-nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah dijalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan, serta berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampuni kamu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Sebagian dari ciri orang bertakwa dijelaskan dalam Quran surat Ali Imran (3): 134, yaitu: Maksudnya mereka mampu menahan amarahnya, dan memaafkan, (bahkan) berbuat baik (terhadap mereka yang pernah melakukan kesalahan terhadapnya), sesungguhnya Allah senang terhadap orang yang berbuat baik. 

Sudah jelas perintah Allah, kita diminta untuk berbuat baik, saling memaafkan.. lantas mengapa sifat liar Homo Homini Lupus yang disebutkan oleh Plautus Asinaria (495 M) itu tidak pernah bisa kita lepaskan dari diri kita, dari bangsa kiya? Saling memangsa satu sama lain, tidak peduli dia siapa… apakah kerabat, kawan bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun.

image

Perbincanganku dengan kawan ini terkait dengan Pilkada serentak yang menjadi sebuah arena pertarungan di Indonesia, utamanya di kampungku, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sungguh mulai jarang aku mendengarkan perkataan yang baik kecuali untuk tokoh yang didukung oleh masing-masing pendukung yang bersangkutan. Seakan-akan hanya tokoh idolanya yang bersih, benar dan tanpa cacat, sementara calon lainnya tidak memiliki kebaikan sedikitpun. Bahkan hujatan, cacian, perkataan buruk semakin menjadi buaian dalam kegelisahan.

Sesungguhnya, semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Sungguh jarang bisa menemukan orang yang sempurna dan sanggup melihat secara bijaksana. Bahkan dalam kebodohanku, aku pun terpaku mendengarkan bahwa seorang bijaksanapun memilih untuk berlaku ‘liar’ hamya demi menegaskan kekuasaan dirinya. Sungguh miris mendengarkannya.

image

Memang aku paham, bahwa setiap langkah yang kita ambil dalam hidup ini, tentu dengan alasannya masing-masing. Yang mana hal itu bisa positif dan juga negatif, tergantung sudut pandang kita masing-masing. Karena itu aku setuju dengan  konsep 129.000 seorang blogger, Hari Subagya dalam  melihat sebuah kejadian sebagai suatu lingkaran. Apabila ada satu sudut pandang pada setiap DERAJATNYA, maka perspektif itu ada 360.

image

Pada gambar diatas menggambarkan sebuah masalah sebagai bola yang bulat, sehingga kita bisa melihatnya dalam 129.000 Sudut pandang.  (360 x 360 = 129600). konsep ini sangat sederhana. Sehingga kita diajarkan, jika kita melihat permasalahan, tidak hanya dari kaca mata kita saja, maka kita tidak akan mudah marah, mudah tersinggung dan juga mudah menyalahkan. Kita akan mulai bisa memahami dan lebih bisa menerima pendapat orang lain.

Akh… andai ilmu bijaksana itu adalah mudah, maka aku yakin, keadilan, kebersamaan dan kesejahteraan akan menjadi bagian dari hidup kita, seperti tujuan pembentukan negara kita. Namun… ke-liar-an jiwa kitalah yang sering menjadi batu sandungan, ketika kita tidak cakap membuat strategi untuk mengelolanya.

Kembali ke persoalan Pilkada, sadarkah mereka bahwa kelakuan mereka menjadi lupus bagi sebagian lainnya? adegan perburuan kekuasaan, kepentingan, uang dan pengaruh. Hanya demi kekuasaan antar partai saling memangsa, lebih ganas dari singa lain kali. Hanya demi uang semua keroyokan dan kerusuhan penuh dendam mematikan. Demi pengaruh dan kepentingan partai satu ingin mematikan partai lain dengan cara-cara sub-human: memaki seperti tidak pernah dididik orang tua maupun guru, menghardik seperti anak TK dan saling fitnah, lebih pedas rasanya daripada tusukan sebilah pisau.

Semua menjadi berisik seperti serigala-serigala lapar, mengaum-gaum terus karena lapar uang. Menjerit karena saling menggigit. Gigitan penuh bisa. Bisa para lupus, serigala. Namun serigala-serigala modern dalam saling memburu mangsa masing-masing lebih sering tampil manis seperti angsa hitam yang gemulai bersahabat dan menarik atau laksana tingkah simpatik si merpati penuh setia namun lihai dan cerdik seperti serigala.

image

Naudzubillahi min zalik, seorang blogger, malah menggambarkan lupus modern ini selalu tahu cara jitu menghindar dari terkaman lawan, pun harus menginjak-injak martabat jelata-jelata negeri ini. Serigala berantem, anak-anak negeri mati atau tercerai. Piatu yang tidak lama mati sendirian. Dengan cara apapun akhirnya toch nampak sama dan sepikiran saja: Saling buru-memburu. Cegat-mencegat. Tidak sekadar bertetangga yang saling hobi berisiki satu terhadap lainnya. Semua ingin bilang kuburu kau sampai akhir hayat. Semua diliputi naluri binatang: dendam dan harus mengalahkan lawan. Memenangi adalah dengan cara mematikan. Tidak perlu cara lain, pun sebenarnya lulusan diplomasi doktoral atau profesor. Tidak ada cara dan pilihan lebih waras sebab aku bukan orang waras. Itu karena aku serigala bagimu.

Astaghfirullahan adzim…
Semoga kita terhindar dari sifat yang seperti itu… Maha suci Engkau Ya Allah, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (al baqarah 2: 32).

Mari kita mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian di muka bumi ini seperti yang dijelaskan dalam surat An Nahl:125, “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

#RenunganVie #MyFreedomSpace #askvie

la_vie

Leave a comment