Menyaksikan beragam produk daerah se-nusantara selalu memberikan nilai tersendiri saat saya menghadiri pameran. Kecintaan pada produksi dalam negeri, membuat saya sering melihat dan mengunjungi pameran. Begitu pula hari ini, saat menghadiri pameran Kriyanusa Dekranasda Indonesia di gedung Smesco Jakarta Selatan.
Namun kali ini, saya melihat sebuah pemandangan yang sedikit berbeda. Begitu masuk ke ruang pameran, saya melihat seorang ibu yang tengah asyik menenun. Begitu saya mendekat, ternyata, ibu itu sedang menenun motif ikat dari Maluku Tenggara Barat.
Namanya Ibu Felin (42). Dengan cekatan dia memindahkan kayu penata benang, sambil memainkan kedua tangannya, menarik dan merapatkan benang-benang tenun hingga terbentuk sebuah pola ikat. Ketika saya tanya, ibu dari Maluku Tenggara Barat tengah menenun pesanan kain istri Bupati Papua.
Menurut Bu Felin, sudah 20 tahun dia menenun. Awalnya, dia hanya senang mempelajari teknik menenun, dari membuat pola, menghitung benang dasar dan butuh sekitar 10 jam untuk menyelesaikan sehelai kain sepanjang 2 meter. “Dalam seminggu saya bisa menyelesaikan sampai 5 helai kain yang dihargai sampai 5juta per helai nya, tergantung tingkat kerumitan polanya”, ujarnya.
Hasil tenunan itulah yang menjadi tambahan penghasilan dari ibu yang bersuamikan seorang PNS di Maluku Tenggara Barat. Idenya sederhana, “saya hanya ingin mengembangkan tenun ikat Maluku Tenggara Barat agar dapat dinikmati semua kalangan, sebagaimana mereka menyukai batik dan sebagainya”, ujarnya tersenyum.
Payet Penggoda
Meninggalkan Maluku Tenggara Barat, saya menemui Lala (25) di Stand Pameran Sulawesi Selatan. Mata saya tak lepas dari hasil kreasi alumni Ekonomi Unhas ini. Sebuah baju bodo Tokko dengan hiasan payet telah menarik hatiku saat memasuki Stand Sulsel.
Lala pun bercerita, aktifitas yang digelutinya bersama saudara kembarnya Nadira yang juga alumni Universitas Hasanuddin jurusan hukum tahun 2009. Mereka berdua tertarik menggeluti bisnis fashion, karena pencinta fashion sejak kecil.
Mereka suka sekali melihat hamparan payet-payet pada selembar kain baju bodo, pakaian tradisional Sulawesi Selatan. “Kami membeli baju Tokko Sengkang, begitu pula sarung suteranya, lalu kami menambahkan aksesoris juga payet sehingga menjadi sebuah tampilan baru yang simple namun elegan”, jelasnya sambil tersenyum.
Lala juga bercerita, sejak kecil dia sudah suka menggambar pola baju, bahkan membuat baju-baju barbie kreasinya sendiri. “Saya tertarik dengan pattern / pola, karena itulah jiwanya fashion. Kalau pola salah maka hasil tidak memuaskan”, tuturnya.
Hal yang sering menjadi hambatan dalam kreatifitasnya adalah mengejar deadline serta menyatukan keinginan klien dengan the.alees, nama usaha yang di rintisnya bersama keluarga.
Akh.. begitu banyak kreasi anak bangsa Indonesia yang perlu kita apresiasi. Hmm, jadi terfikir, aku, kamu, kita harus mulai memikirkan kreasi apa yang kita miliki sebagai sumbangsih untuk negeri ini??
la_vie