Festival I La Galigo 2018 (Part 3 – end)

Sesungguhnya perjalanan akhir tahun itu membutuhkan pertimbangan yang banyak buatku. Namun kehadiran Profesor Kathryn Robinson dari Australia National University (ANU) membuatku melupakan segala pertimbangan untuk bisa menghadiri Festival I La Galigo ke-3 di Watan Soppeng, Sulawesi Selatan.

Setelah bersepakat dengan sahabatku Mardiani juga Opu Odeng Harta andi Djelling untuk bertemu di Soppeng, maka kami memutuskan untuk registrasi online.

Aku mengenal Prof. Kathy, begitu kami memanggilnya, ketika aku baru kembali ke Indonesia tahun 2009. Saat itu beliau sedang berkunjung ke Sorowako dan Mardiani membawanya ke sanggar Measa Aroa. Jadilah kami bercerita panjang dan membuat saya tertarik mengenal Sorowako lewat hasil penelitiannya yang dibukukan tahun 1986 dengan judul Stepchildren of Progress yang bercerita tentang kisah Dampak kehadiran tambang nikel pada masyarakat Sorowako, tempatku dilahirkan.

Sejak itu, komunikasi kami terus berlanjut. Bahkan dalam beberapa kali kunjungan beliau ke Sorowako, saya berusaha bisa menemani bersama Mardiani. Kami pernah menempuh perjalanan menuju Mahalona melewati Petea, bahkan ke Routa Sulawesi Tenggara dengan menyeberangi danau Towuti.

Selain itu, saya juga pernah diundang sebagai salah satu pembicara dalam workshop tambang di Australia National University tempat Ibu Kathy mengajar tahun 2015 dengan mengangkat judul Issues of Mining Investment and Government Relation in Decentralised Indonesia (in case of Luwu Timur, Sulawesi Selatan).

Olehnya itu, kehadiran beliau dalam Seminar International La Galigo ini tentu menjadi penting untuk saya hadiri juga Mardiani. Karena begitu banyak informasi dan up-date issue yang kami diskusikan dalam setiap kunjungan beliau ke Indonesia.

Walhasil, meskipun jadwal yang sangat padat dari panitia untuk para pembicara, usai mengikuti seminar hari pertama, kami berhasil membawa Ibu Kathy berkeliling kota Soppeng. Tentu saja tak lupa kami berkunjung ke Taman Kota Kalong atau Kelelawar.

Setelah itu kami beristirahat di Triple 8 Riverside Resort yang ternyata juga menjadi tempat makan malam para pembicara dan panitia Seminar dari Universitas Hasanuddin atau Unhas.

Satu hal yang sangat saya sukai ketika melakukan perjalanan seperti ini adalah informal talk yang berisi muatan informasi dalam bentuk brainstorming. Sedikit lebih detail jika informasi itu kami dapatkan dalam kelas apalagi ruang seminar.

Meski hari berikutnya kami tidak sempat lagi bercerita panjang dengan ibu Kathy karena beliau lebih dahulu meninggalkan Soppeng menuju Makassar. Namun pertemuan kami saat menjemput dan mengantarnya ke bandara di Makassar cukup menambah referensi.

Mardiani dan aku memang masih menyelesaikan seminar hari kedua bersama kak Ida el Bahra. Selain itu kami menunggu kedatangan Opu Odeng Harta Andi Djelling. Meski singkat, namun padat aktivitas. Mulai dari kunjungan ke Taman Kalong, berfoto di depan Villa Yuliana dan menikmati hidangan khas Soppeng di Pusat Kuliner Festival La Galigo 2018.

Dan akhirnya kami meninggalkan kota Soppeng dengan segala kisah tentang Festival La Galigo International ke-3 yang unik dan tentu saja seru 😍.

XXX

Festival I La Galigo 2018 (Part 2)

SEMINAR INTERNATIONAL I LA GALIGO III

Sebelum mengikuti seminar, peserta terlebih dahulu melakukan registrasi ulang. Setelah mendapatkan bagde tanda peserta, kami dipersilahkan masuk ke ruangan seminar.

Selang beberapa saat setelah semua peserta memenuhi ruangan, bertempat di Gedung Pertemuan Masyarakat, Bupati Soppeng H.A.Kaswadi Razak membuka secara resmi Seminar Internasional III I La Galigo pada Selasa, 18 Desember 2018.

Seminar yang dilaksanakan dua hari (18-19 Desember 2018) berturut-turut difasilitasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin dengan menghadirkan pembicara nasional dan internasional dari 10 negara. Diantaranya, Belanda, Amerika, Australia, Malaysia, Indonesia, Canada, Jepang, German, Singapore, Inggris dan New Zealand.

Sebagai manuskrip terpanjang di dunia, Naskah atau Kitab La Galigo telah diakui sebagai kekayaan warisan dunia atau Memory of thr World yang ditetapkan oleh Unesco tahun 2016. Keberadaan La Galigo tidak hanya terdapat di Sulawesi selatan Indonesia saja, lembaran-lembarannya bahkan ditemukan di beberapa negara lain. Sehingga panitia mengangkat tema “La Galigo dalam bingkai peradaban dunia“.

Saat ini, naskah La Galigo baru 1/4 yang telah diterbitkan. Masih ada 3/4 yang menjadi peer untuk dituntaskan. Dalam catatan katalog Ilmuwan Belanda R.A Kern, naskah I La Galigo terdiri dari 113 naskah terpisah dengan total halaman mencapai 31.500. R.A Kern menyaring dan membuat ringkasan menjadi 1.356 halaman. Pada abad ke 19, seorang perempuan Bangsawan Bugis, I Colli Puji’e Arung Tanete, menuliskan kembali sepertiga dari keseluruhan pokok cerita I La Galigo setebal 2.851 halaman berukuran folio.

Yang unik dari seminar yang dilaksanakan adalah upaya panitia untuk tetap menjaga kehadiran peserta dengan memberikan pertunjukan tambahan di sela-sela sesi seminar seperti penampilan Tari Bissu, massure’ dan penampilan cerita rakyat Palu Sulawesi Tengah.

PERTUNJUKAN SENI DAN BUDAYA

Festival Budaya La Galigo di kabupaten Soppeng digelar selama 7 hari 7 malam. Selain Seminar Internasional, dilaksanakan pula Tudang Sipulung, Pengukuhan Umpungeng sebagai Med Poin/ Center Poin Indonesia, Penyajian
Sastra dan Tradisi Lisan, Massureq, Permainan Rakyat, Pentas lagu lagu rakyat, Kirab Budaya Berciri La Galigo dan Pameran Budaya diantaranya pameran Benda-Benda Pusaka.


Kirab Budaya yang dilaksanakan pada senin 17 Desember 2018 dimeriahkan oleh seluruh SKPD, Kecamatan se Kabupaten Soppeng, salah satunya Kecamatan Lillirilau yang akan menampilkan budaya adat bugis Mattoana Arajang, atau yang biasa disebut Mattola bala dimana didalamnya terdapat “Sokko Pitung Rupa” sebagai salah satu persyaratan dalam melaksanakan adat tersebut.

Di lokasi pembukaan bahkan ditampilkan aneka kreasi rumah-rumah adat sebagai tempat kemah budaya. Dan pada malam hari di lapangan Gasis, halaman gedung pertemuan masyarakat, dilaksanakan malam seni dan budaya.

To be continued…

Festival I La Galigo 2018 (Part 1)

It was so hectic, just before leaving Jakarta with all those paperwork for the end of year. Lucky I have my besties Tety to help me completed all the task, reassuring all is arranged in order 😍. And time to leave.

Arrived safe in Makassar, Monday Des 17th 2018. I took taxi to drop few things to Perwakilan Bintang Khatulistiwa. Than I waited for another taxi to Soppeng. I want to attend the international seminar of La Galigo. Another lucky for me, i knew Ware, who assisted me with all information about Soppeng.

She provided information about the transportation, the accomodation, the event venues as well as the cullinary which is very important to know before visiting a new place. Eventhough this is the third time I visit Soppeng but known someone there for all information is so much better.

Than Mr. Cambang arrived and I got a seat leaving for Soppeng. On the way, we suddenly have to stop due to the traffic. I thought it was a car accident, evidently its a fallen tree and closed the road.

Mr. Cambang is the hero. With several guys, he began sawing the fallen tree. He didn’t care it was raining. And the other guy also help him to pull and clean the cutting tree so we could pass. It took an hour to pass the closed road and thanks to Mr. Cambang.

We than continue the trip. I met an intereating pensioner sit next to me. He kept talking along the way. He was so proud about the event. He told me all he could about the venue, the beauty of Soppeng people, the history. Only onething he didn’t realise that I was so tired and sleepy but excited to listened too hehehhee.

I was the last passenger to droped off. We arrived ad ADA hotel. Nice, small, cozy hotel and I like my room. It was early arriving since Mardiani is still on her way from Sorowako to soppeng. So I tried my luck to called a friend and another lucky, she just left the hotel and willing to return, yeiy.

She is one of the best coreographer in makassar also a traditional contemporer dance lecture from Makassar National University. Ida El Bahra she called. And I didn’t have to missed the afternoon doing nothing. Because we end up attending the opening ceremony for the Festival together, alhamdulillah.

Another lucky, we met few friends in common, what a small world. We were giggling, meet and greet, off course enjoyed the show.

Together we returned to the hotel and Kak Ida finally agreed to stay with Mardiani and I with an extra bed in the room. After Mardiani arrived, we went to have dinner. It took ages to find a restaurant as it is not many in Soppeng, even a small restaurant.

To be continued ..