Saya Memilih Mundur

Entahlah… mungkin memang cukup sampai disini. Pemaknaanku memang sedikit berbeda, tapi aku paham antara langit dan bumi akan selalu ada jarak. Langit di atas dan bumi di bawah. Toh pun ketika kita dapat bercengkerama, maka peristiwa alam akan bercerita tentang kisah kita.

Jangan salahkan ketika aku memilih mundur. Disaat semuanya belum terlanjur terjadi. Disaat hatiku masih bisa memilih untuk tersenyum. Karena aku tahu bahwa hidup ini selalu menjadi pilihan, dan aku memilih untuk tidak bersamamu menggapai semua impian.

Aku berusaha mengenalmu, mencoba melihat sisi baikmu, kala semua orang berkata sebaliknya. Aku mencoba mencari ruang dimana aku dapat belajar merasai deritamu, menjadi teman berbagimu, menjadi tumpuan harapan pencapaian cita2 tulusmu untuk tanahmu.

Tapi sayang, sepertinya kepuasan itu hanya saat aku menuruti kehendakmu. Ketika aku mempertanyakan kebijaksanaanmu, kau malah berbalik menyalahkanku. Kau mencari pembenaran dari keputusanmu. Bahkan seakan aku tak pernah sedikitpun menghargaimu.

Maafkan aku yang memilih berpisah denganmu. Meskipun berat rasa dihatiku, namun lebih berat rasa jika tetap bersamamu dan aku tak ingin kita menjadi terbebani oleh rasa itu. Karena mimpi itu telah menjadi mimpi kita, namun kita ternyata memilih jalan yang berbeda, mungkin aku masih terlalu konservatif untuk hal-hal yang menurutku memang selayaknya seperti itu.

Aku doakan semoga dirimu sukses menggapai mimpi-mimpi itu, meski kita tak lagi berada di sampan yang sama. Aku paham, kau masih menjadi tumpuan mereka dengan segala kearifanmu. Kehadiranku pun tak akan merubah apapun tentang itu. Tetaplah menjadi langit yang teduh bagi bumi yang membutuhkanmu.

Aku sendiri memilih akan tetap disini, mencari terang yang menjadi pedoman jalanku. Karena aku mau yang lurus-lurus saja, menikmati segala berkah dari Tuhanku, bekerja berdasarkan kemampuanku, melakukan yang terbaik untuk siapapun disekitarku tanpa harus terbebani utang jasa seperti yang telah engkau sebutkan. Karena aku berfikir, meskipun kau harus berpeluh melibatkanku, tapi itulah sebuah konsekuensi. Meski kau menilainya berbeda, karena penilaianmu hanya sebatas nominal yang tertera.

Sungguh maafkan aku, hal itu memang penting, tapi kuharap engkau bisa mengerjakannya lebih baik dengan orang lain tanpa nominal seperti diriku.. maka mungkin itu jauh lebih baik untukmu, untuk kita. Karena ikhlas itu tidak menyebut, ikhlas itu bahkan sebaiknya tak berbentuk, ikhlas itu hanya ada di dalam hati.

Maafkan aku yang memilih mundur…

la_vie

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s