Dulu mimpi saya ingin menginjakkan kaki ke negara pemilik perusahan nikel di kampung saya yaitu Canada. Tak pernah terlintas sedikitpun mimpi untuk berkunjung ke negara yang terkenal dengan Kanguru dan Koalanya, Australia.
Semua bermula dari tahun 2006 saya diberi kabar bahwa Linda Griffin, teman yang sudah seperti ibu bagi saya akan pindah ke Australia mengikuti suaminya. Saya yang sudah lama memiliki passport, mencoba peruntungan untuk meminta visa masuk ke Australia berdasarkan undangan dari Linda. Saya tidak terlalu berharap mendapatkan visa karena banyak informasi yang saya terima mengatakan bahwa orang Indonesia susah mendapatkan visa setelah peristiwa bom Bali.
Seminggu setelah saya mengajukan permohonan visa kunjungan ke Australia, saya menemukan passport saya di tumpukan surat yang akan dikirim ke Sorowako di counter Inco di Bandara Hasanuddin Makassar. Begitu saya buka, sungguh saya senang sekali sekaligus bingung ternyata saya berhasil memperoleh visa tersebut.
Emailpun saya kirimkan ke Linda memberi kabar saya jadi berkunjung ke Perth. Tak sabar menanti waktu untuk melihat dunia luar, dunia yang selama ini hanya saya lihat di televisi saja.
* * * * *
Perjalanan saya dimulai dengan satu jam penerbangan dari Sorowako menuju Makassar. Dilanjutkan sejam penerbangan dari Makassar ke Denpasar Bali. Lewat tengah malam barulah penerbangan langsung Denpasar Perth selama 5 jam.
Alhasil aku tiba di Perth pagi hari dan dijemput Linda langsung di bawa ke rumahnya. Rumahnya luar biasa cantik dan lapang. Dari jalanan terlihat mungil namun begitu masuk akan terlihat besar.
Aku bertemu dengan Rory dan Holly yang sudah bertumbuh menjadi remaja yang tampan dan cantik. Bahkan Rory sementara mencari tempat untuk magang kerja pada sebuah coffee shop.
Setelah mandi dan berganti pakaian, aku menerima telepon long distance yang berupa perintah aku harus membatalkan cuti dan segera kembali ke Sorowako karena ada tamu penting yang akan datang secara mendadak.
Alhasil rencana yang telah kami susun bersama harus dipadatkan dan aku harus mengatur ulang jadwal penerbangan kembali ke tanah air.
‘Darling, no tired coz you have limited time to see the beauty of Perth, lets start with wherever near by, and no more emails nor calls these 2 days! – sayang, tidak ada lelah karena waktumu terbatas untuk melihat keindahan Perth, kita mulai dengan tempat-tempat yang dekat dan tidak ada email dan telephone dalam 2 hari ini!’ Jelas Linda ketika kusampaikan bahwa aku harus kembali ke Sorowako dan mengikuti rapat kunjungan tamu pada hari Senin.
Kami pun segera mengunjungi Kings Park and Botanic Garden. Luar biasa taman ini. Pertama kalinya saya masuk ke dalam sebuah taman dimana makam bukanlah hal yang menyeramkan seperti di Indonesia. Di taman ini, ratusan makam dengan rapi tertutup rumput hijau bahkan beragam binatang berada disekitarnya terutama kanguru.
Di taman ini juga terdapat monumen-monumen yang dibangun untuk mengenang jasa-jasa warga Australia yang meninggal pada perang Boer, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Korea dan Vietnam, bahkan mereka yang meninggal di Afghanistan dan Iraq.
Yang luar biasa juga, di sepanjang jalan setapak yang dibuat, ditanam 1100 pohon eukalyptus dengan plang papan nama pahlawan Australia sebagai penghormatan atas jasa-jasa mereka.
Terdapat pula monumen bom Bali yang menewaskan 16 orang dari Australia bagian barat dan sebuah jam sebagai simbol untuk mengenang anggota parlemen perempuan pertama Edith Cowan.
Aku paling senang dengan pengaturan tata letak di taman ini. Tidak ada tempat yang tidak meninggalkan decak kagum. Taman yang dibuat laksana miniatur kota, lengkap dengan papan tanda penunjuk arah, nama-nama tanaman yang ada, taman-taman bermain anak yang
Puas mengitari 1.003 hektar taman yang terletak di tepi barat distrik bisnis pusat di Perth, kami kembali ke rumah dan makan malam.
Pagi hari, Linda dan suaminya Paul Griffin serta Holly mengajak saya jalan ke Doggie Beach– pantai khusus untuk anjing. Wow, amazing… pertama kalinya saya melihat langsung pantai yang khusus dibuat untuk membawa anjing-anjing peliharaan berlatih dan bermain. Yang terasa luar biasa, si pemilik anjing akan terkena denda jikalau kotoran anjingnya ketahuan tidak diangkat. Untuk itu ketika memasuki daerah pantai ini, disediakan kertas gratis dan tong-tong sampah di sepanjang pantai untuk membuang kotoran anjing.
Setelah lelah berjalan, kami lalu mencari tempat sarapan dan akhirnya berhenti di cafe tempat Rory bekerja magang. Aku dan Holly memesan pancake yang ternyata sangat besar untuk ukuran orang Asia sepertiku hehehehe.
Belum panas tempat duduk, dia lalu mengajakku ke Fremantle Market dan oalahhhh ternyata bukan hanya sekedar pasar yang aku kunjungi, tetapi sebuah bangunan Victoria dengan arsitektur yang unik yang masih terawat baik sejak abad ke-19.
Aihhhh, belum puas rasanya aku harus kembali dan bersiap-siap berangkat ke bandar udara Perth Australia dan terbang ke Indonesia. Namun ternyata takdir berkata lain. Hanya terlambat 7 menit saja, check in tidak bisa kulakukan padahal aku booked seat dan sudah tahu akan duduk di kursi 17k.
Alhasil, flightku dipindahkan ke penerbangan berikutnya pada keesikan hari sehingga aku masih harus tinggal semalam di Perth. Linda lalu berkata, “Tidak ada waktu berkeluh kesah, gunakan sejam untuk menelpon bosmu dan email menyampaikan kondisi pesawat dan kamu akan kembali besok pagi ke Indonesia. Setelah itu kita akan menghabiskan waktu lagi melihat-lihat Perth.”
Begitu selesai, kami kembali ke rumah dan berganti pakaian, lalu Linda mengajakku naik kereta. Aku sungguh terkagum-kagum dengan keteraturan serta jadwal dan peta kereta yang tersedia dimana-mana dan tidak sulit mengaksesnya. Bahkan bisa dicek secara online melalui internet. Hilang sudah galau yang melekat karena tidak bisa kembali ke Indonesia sesuai jadwal.
Belum habis rasa kekagumanku, Linda mengajak turun di Art Gallery of Western Australia. Aku menyaksikan beragam hasil cipta karya para seniman di Western Australia, pembuatan film hingga perpustakaan yang sangat nyaman untuk umum.
Sejenak terpaku membayangkan suatu waktu nanti di negaraku akan memiliki semua fasilitas seperti yang kunikmati saat itu. Aku mulai memilih buku dan terhanyut dalam bacaan hingga tak menyadari bahwa Linda telah kembali ke rumah karena tidak bisa menelponku berhubung baterai handphonenya off.
Hari menjelang sore, kuberanikan diri mencari kereta ke arah rumah Linda. Aku mengingat-ingat nama pemberhentian yang sama dengan tempat kami naik sebelumnya. Dan benar-benar takjub karena aku bisa sampai ke rumah berbekalkan peta di tangan.
Linda pun takjub tapi tidak heran katanya. Dia yakin aku bisa kembali ke rumah tanpa masalah. Hahahahha… andai aku hilang, yang paling pertama panik pasti dia orangnya 🙂
Malamnya terasa sangat capai. Aku memilih tidur lebih awal sehingga tidak terlambat tiba di bandara untuk kedua kalinya.
Kurang dari 36 jam kunjungan pertamaku ke Australia namum banyak pengalaman yang aku bawa pulang. Berharap akan kembali lagi mengunjungi Linda disana.
#VisitAustralia