Semua orang laiknya telah terlelap. Walau tetap saja sebagian kecil masih di jalanan mengais sejumput rejeki untuk dibawa pulang. Tidak ada panik, tidak ada teriakan orang berlarian seperti musibah-musibah lainnya. Semua tenang, meskipun perut bumi menyala dan bergeliat dalam selasar hitungan detik.
Ketika di belahan bumi lainnya, semua sibuk menyampaikan ungkapan kasih dalam bingkai coklat, bunga dan boneka teddy bear sebagai lambang cinta kasih, disisi barat Indonesia, duka bagai tak ada ujung. Belum hilang dari ingatan ketika gunung Sinabung menyisakan perih pada masyarakat di Sumatera Utara, banjir yang melanda ibukota Jakarta dan beberapa kota lainnya, kini meletusnya gunung Kelud menambah jejeran duka di bumi Indonesia.
Tak ada henti, derai air mata membasahi bumi pertiwi. Duka yang semakin menyayat hati.
Pun ku sapa kawan di timur Jawa, Malang dan Jogyakarta. Tak ada lagi ucapan Happy Valentine Day seperti waktu-wakyu sebelumnya. Hanya untaian doa semoga semua keluarga dan kerabat senantiasa diberi kesehatan dan keselamatan.
Adik ipar yang sementara menanti kehadiran buah hati pertama di kota ibundanya di Jogyakarta pun mengisahkan duka. Betapa pekarangan rumah menjadi tertutup debu hingga 3 sentimeter. Kemana-mana harus mengenakan masker penutup hidung dan mulut. Terkadang debu masuk ke mata dan menyebabkan iritasi. Sungguh pemandangan yang mengenaskan bagi sebuah kota hijau.
Semoga semuanya baik-baik saja.
#renunganvie