Kenapa Harus Malu

Asumsi itu jangan dipelihara untuk menjadi justifikasi atau dasar penilaian kita pada seseorang. Harus berdasarkan data dan fakta. Tidak selamanya yang performanya bagus adalah yang tepat. Begitupun sebailknya, tidak ada yang lebih dari penampakannya tapi lebih berbobot isinya.

Mengenal ibu ini menjadi pelajaran berharga lagi buatku hari ini. Aku mengenalnya baru 4 hari, sejak mengikuti Pelatihan Gelar Profesi Registered Financial Planner (RFP) atau Perencana Keuangan di Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Namun pengalaman hidupnya telah mengajarkan banyak dan menjadi inspirasi bagiku.

image

Betapa tidak, ibu Parmi (63) ini telah berhasil menghantarkan kedua putra putrinya menjadi sarjana di Universitas Indonesia, Jakarta dari hasil berjualan jamu gendong dibantu hasil berjualan bakso oleh suaminya. Dari harga  kunyit Rp.1.500,- per kg untuk dijual dengan harga jamu Rp.500,- hingga saat ini dimana harga kunyit telah meningkat mencapai  Rp.10.000,- per kg, jahe Rp.20.000,- per kg dan kencur seharga Rp.30.000,- per kg untuk dijual dengan harga Rp.3.000,- per gelas jamu.

Tak ada rasa malu di wajahnya, bahkan dengan sumringah dia tertawa dan bercerita tentang kedua putra putrinya. “Kenapa harus malu? Aku tidak berbuat jahat, tidak merugikan siapapun. Bahkan kedua anakku tidak malu kalau ibunya berjualan jamu di kampus, bahkan justru sering memesankan jamu untuk teman-teman bahkan dosen mereka.”

image

Entah mengapa aku melontarkan pertanyaan malu ini. Apakah karena justifikasiku yang berdasarkan asumsi bahwa anak-anaknya tentu merasa malu dengan ibunya yang hanya seorang penjual jamu sementara mereka adalah lulusan Universitas terbaik di Indonesia, Universitas Indonedia. Ataukan aku yang malu untuk mengetahui betapa pengorbanan seorang Parmi untuk memberikan sekolah terbaik bagi putra-putrinya ini hingga mereka bisa lulus dan hidup dengan lebih baik.

Ibu parmi telah berjualan jamu gendong di pelataran kampus Universitas Indonesia ini sejak tahun 1987. Waktu yang cukup lama untuk bertahan dengan penghasilan yang kecil.

image

Akh… lagi2 aku berasumsi terlebih dahulu tentang penghasilan bu Parmi! Bagaimana denganmu?

Padahal, setelah saya hitung-hitung, pendapatan ibu Parmi cukup besar. Bayangkan saja, minimum setiap harinya, ibu Parmi mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp. 100.000,- dari Rp.300.000  sampai dengan Rp.400.000,- bruto. Kalau dalam sebulan, bu Parmi berjualan 20 hari saja, berarti minimum pendapatan bersihnya selama sebulan adalah Rp.2.000.000,-.

Belum lagi fakta bahwa selain menjual jamu, ibu Parmi juga berjualan makanan buatan kemenakannya yang berlaku hukum titip jual. Serta memiliki suami yang adalah pedagang bakso keliling.

image

Dari seluruh pelanggan mba Parmi di kampus UI Salemba dr. Hana, dr. Eka, dr. Yosi adalah pelanggan Bu Parmi yang paling dirindukan. Karena paling lama dan selalu beli selama mereka kuliah di UI hingga merrka selesai dan meniti kehidupan mereka sendiri. Pun ingin kusapa dalam tulisan ini sebagai salam dari Bu Parmi, andaikata Allah mengizinkan mereka untuk membaca tulisan ini.

image

Bu Parmi, terima kasih telah mengajarkanku tentang asumsi dan justifikasi keuangan hari ini. Semoga kisahmu ini dapat menginspirasi siapa saja bahwa keuletan, semangat serta kerja keras yang terintegrasi dan terukur dapat mengantarkan kehidupan yang lebih baik.

#RenunganVie

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s