MATTOANA MTKL 2018

Usai Kirab Budaya Matemmu Taung 2018 di sore hari, kegiatan di Istana Langkanae Kedatuan Luwu dilanjutkan dengan pembacaan Barzanji. Barzanji ini dilakukan sebagai pengucapan doa kesyukuran yang berisi puji-pujian kepada junjungan Rasulullah SAW, sebagai teladan manusia.

Usai Sholat Magrib, para Raja se-Nusantara kembali hadir di Istana Langkanae Kedatuan Luwu untuk jamuan Makan Malam secara adat atau Mattoana. Sebelum jamuan untuk To PapoataE Datu Luwu dihidangkan, Maddika Bua mewakili Kedatuan Luwu mengucapkan selamat datang kepada para Raja Se-Nusantara yang telah hadir dalam perhelatan Matemmu Taung Kedatuan Luwu 2018.

Selanjutnya, To PapoataE Datu Luwu mendapat persembahan dari orang Toraja sebagai pertanda kecintaan mereka kepada To PapoataE Datu Luwu.

Selanjutnya, hadirlah dua belas gadis belia yang dipimpin oleh sepasang muda mudi yang bertugas untuk menyerahkan dua belas AKKA atau suguhan kepada To PapoataE Datu Luwu. Dalam jamuan ini, To PapoataE Datu Luwu disuguhi “AKKA” (suguhan) berupa 12 bosara kiaje yang masing-masing dibawa oleh seorang gadis “PANGGOLO” (pelayan).

Didalam acara Mattoana ini, berlaku kaidah adat Luwu yang mengatakan “Maggati maneng akka rakkinna to Maegae” yang berarti bahwa akka seluruh para (undangan) yang hadir mengikuti Akka dari To PapoataE Datu Luwu. Yang berarti bahwa apabila Akka dari To PapoataE Datu Luwu telah dianggap sempurna secara adat, maka tidak seorangpun yang boleh protes atas AKKA (suguhan) bagi dirinya. Itu adalah simbol bahwa kehadiran To PapoataE Datu Luwu adalah simbol keharmonisan dan ketertiban sosial.

Sambil menikmati suguhan (AKKA) hadirin dihibur dengan pertunjukan tari Pajaga. Dimana esensi dari gerak dan irama tari Pajaga adalah sebagai latihan meditative (semedi) berupa pengendalian diri, membangkitkan kepekaan (sensitiveness) serta membangkitkan tenaga atau energi batin penarinya.

Tarian Pajaga yang ditampilkan pada MATTOANA MTKL2018 ini berjudul Ininnawa Mappatakko – sesuai syair dari pengiringnya sebagai berikut:

Ininnawa mappatakko

Alai-pakka waru

Toto teng-lessangmu

Yang secara bebas berarti:

“Tabahlah wahai jiwa

Jadikanlah pegangan hidup

Bahwa segala yang menimpa dirimu

Adalah takdir dari Yang Maha Kuasa

Yang tidak dapat dielakkan.

Setelah tari Pajaga, diikuti oleh pertunjukan tari Palili, lalu dilanjutkan dengan tampilan tari Sajo yang ditarikan oleh dua orang gadis yang suci. BIasanya tari Sajo ini diberi hadiah “ri cebbang” oleh kerabat dan handai taulan. Yang ditafsirkan oleh para hadirin sebagai refleksi “citra kepribadian” sang penari. Semakin banyak orang yang ‘Macebbang” semakin baik reputasi sang penari.

Usai tarian Sajo, maka para Pangngolo akan mengambil kembali bosara yang hidangannya telah disantap dan berlalu dari hadapan To PapoataE Datu Luwu juga hadirin yang dijamu.

Usai pelaksanaan Mattoana dan para tamu undangan telah meninggalkan Istana Langkanae Kedatuan Luwu, kegiatan di Istana dilanjutkan dengan Maddoja Roja atau berjaga semalam suntuk. PRosesi adat ini secara harfiah bermakna menjaga kesadaran atau Paringerrang yang dalam masyarakat Luwu dianggap memiliki kekuatan Adil Kodrati.

Acara Maddoja Roja juga dimaknai sebagai semedi (meditasi) secara kolektif di malam hari untuk menyempurnakan “kesadaran kolektif” dari rumpun keluarga Kedatuan Luwu sebelum melaksanakan acara adat keesokan harinya.

Inti acara Maddoja Roja adalah pembacaan Hatmul-Hauj atau Matemmu Lahoja. Yakni pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran sera tata cara melakukan Matemmu Lahoja sebagaimana yang telah disusun oleh Datok Sulaiman yang diberikan kepada Datu Luwu untuk dibacakan pada setiap kesempatan demi mendoakan keselamatan dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat Luwu.

Ayat-ayat suci Al-Quran yang dibaca ribuan kali oleh sembilan (9) ulama. Selama pembacaan doa tidak seorangpun dari kesembilan ulama tersebut boleh mengucapkan kata-kata selain rangkaian ayat-ayat suci Al-Quran. Apabila ada seorang pembaca yang melanggar ketentuan tersebut maka pembacaan harus dimulai lagi dari awal.

Sesudah membaca ayat suci maka kesembilan ulama membacakan doa dan kemudian dilanjutkan dengan sholat berjamaan 2 (dua) rakaat. Acara ini diakhiri dengan memakan manisan secara bersama-sama. Semoga kehidupan seluruh lapisan masyarakat Adat Luwu semakin terus makmur dan sejahtera di bawah Rahmat dan hidayah Yang Maha Pengasih.

Next : SEMINAR BUDAYA MTKL 2018

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s