Terakhir aku berkunjung ke Morowali tepat setahun sebelum aku pindah ke Jakarta. Morowali adalah sebuah kabupaten pemekaran dari Poso yang terletak di wilayah propinsi Sulawesi Tengah. Morowali beribukota di Bungku, Kecamatan Bungku Tengah, berdasarkan UU No. 51 Tahun 1999.
Namun dalam kunjungan kali ini, aku menemukan bahkan kabupaten ini telah mekar. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2013 ditegaskan pemisahan dan berdirinya Kabupaten Morowali Utara sebagai daerah otonom baru dengan Kolonodale di kecamatan Petasia sebagai ibukota. Pemisahan ini juga di dasarkan pada hak asal usul daerah yang bersifat Swapraja “zelfbesturende landschappen”.
Ternyata perubahan itu berdampak nyata. Dari terakhir kunjunganku ke Bungku, beragam pembangunan tergambar pada kota ini. Kabupaten muda ini memiliki berbagai potensi yang cukup besar, baik disektor perkebunan, pertanian, kelautan, perikanan maupun pariwisata.
Sektor yang paling potensial di Morowali adalah pertambangan, tak heran jika banyak orang menyebut kabupaten ini sebagai tanah 1.001 tambang. Jenis tambang di Morowali diantaranya nikel, marmer, minyak bumi dan kromit. Bahkan sempat menjadi topik hangat tentang para penjual-penjual tanah air sebagai ungkapan untuk para penambang ketika daerah ini melakukan eksport raw material-material tanah ke para pembeli Luar Negeri saat Undang-Undang Pertambangan masih memungkinkan berlakunya eksport tersebut.
Namun setelah pengkajian dan evaluasi yang komprehensif, perbaikan-perbaikan aturan dibuat untuk kepentingan masyarakat setempat pun diberlakukan. Walhasil, dalam kunjungan kali ini, daerah ini terlihat berkembang sangat pesat. Salut untuk kemajuannya.
Tapi yang membuatku lebih salut lagi, pas mencari data di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Promosi Daerah, kantor ini kosong karena semua pegawai sedang ke mesjid untuk sholat Ashar. Subhanallah… sungguh suasana yang luar biasa. Ternyata ini berlaku pada seluruh kantor pelayanan masyarakat di Morowali. Jadi jangan mencari pegawai muslim di kantor pada saat waktu sholat, karena mereka semua akan memenuhi mesjid, begitupun dengan Bupati Morowali, Anwar Hafid.
Prinsip yang dipegang Bupati 2 Periode ini adalah “Nilai seorang pemimpin dimata Allah, tidaklah diukur dari pangkat, gaji, harta dan jabatan, melainkan tanggungjawabnya menjalankan amanah yang diberikan kepadanya” membuatnya menjadi teladan terutama bagi warga transmigrasi di Bungku. Dimana program Aladin (Atap, Lantai dan Dinding) yang dibuatnya pada Periode kepemimpinan Pertama justru menginspirasi warga transmigrasi yang berhasil untuk melanjutkannya secara sukarela.
“Kami mengumpulkan dana setelah panen untuk membantu teman-teman yang rumahnya masih belum baik, karena kebutuhan dasar kami telah dipenuhi oleh Pemerintah Morowali, sekolah gratis sampai kuliah, kesehatan gratis dan penghidupan yang lebih layak dari hasil Sawit dan pertanian serta bekerja sesuai keahlian kami di perusahaan-perusahaan tambang di Morowali,” jelas Kadek saat berbincang di warung ikan bakar Dua Puteri Bungku.
Sukses terus Morowali…
la_vie