Bangun subuh bukanlah hal yang luar biasa… namun bangun subuh untuk menunggu bukanlah pekerjaan yang mudah.
Kunjunganku ke Jogja kali ini terbilang paling singkat. Tidak cukup 24 jam sejak kedatangan hingga keberangkatan kembali ke Jakarta. Bahkan aku lebih banyak menghabiskan waktu menunggu di bandara.
Ketika baru tiba, aku harus menunggu pesawat delay dari Makassar selama 4 jam. Dan saat kepulangan, aku harus menunggu jadwal penerbangan yang padat selama 7 jam.
Awalnya terfikir untuk kembali ke kota mencari tempat untuk tidur. Namun akhirnya kuputuskan untuk tetap di bandara tapi menunggu di Garuda Lounge dengan menggunakan Kartu GFF atau Garuda Frequent Flyer serta boarding pass Garuda.
Menunggu itu tidak pernah menyenangkan, namun menunggu dengan kesempatan berdiskusi dengan seorang penulis buku Internasional besarta istrinya yang merupakan fotographer dunia adalah hal yang luar biasa.
Awalnya mereka berdua duduk di bangku depan, namun karena orang-orang cukup ramai bersorak mengikuti pertandingan tinju akhirnya mereka pindah dan duduk di hadapanku yang memang terletak di pojok ruangan.
Dalam percakapan singkat itu, aku mengetahui behwa kedua ‘bule*’ dihadapanku adalah pasangan suami istri antropologi, Graham Hancock, penulis buku dan Shanta Faiia, fotographer.
Aku ingat dulu sering melihat tulisan-tulisan Graham Hancock dan bukunya banyak terpampang di toko buku. Buku-buku bestseller–nya antara lain The Sign and The Seal, Fingerprints of the Gods, dan Heaven’s Mirror yang terjual lebih dari lima juta copy di seluruh dunia dan diterjemahkan dalam 27 bahasa.
Tak sabar, sembari diskusi, aku membuka situs resmi dan halaman Facebook beliau dan menemukan informasi yang membuatku terpukau pada sosok sederhana pasangan suami istri di hadapanku.
Hancock mulai menulis sejak usia 12 tahun. Melanjutkan kuliah jurusan sosiologi dan berkarir di jurnalistik dan menulis artikel untuk surat kabar terkemuka di Inggris termasuk The Times, The Sunday Times, The Independent dan The Guardian.
Sebelum tahun 1990, beliau adalah penulis ekonomi, namun setelah 1990, beliau lebih tertarik pada kemungkinan adanya hubungan antara fenomena yang tampaknya tidak berhubungan.
Hancock sering memberikan ceramah dan kuliah umum sebagai seorang wartawan yang mengajukan pertanyaan berdasarkan observasi serta penyeimbang yang diyakininya sebagai bentuk yang ‘dipertanyakan’ terhadap apa yang disajikan para ahli baik melalui bidang pendidikan, media dan masyarakat umum.
Graham juga sering tampil di Tv dan Radio termasuk 2 serial utama TV untuk Channel 4 di Inggris dan The Learning Channel di Amerika Serikat – Quest For The Lost Civilisation and Flooded Kingdoms of The Ice Age – yang menempatkan dirinya sebagai pemikir ‘unconventional‘ yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kontroversi tentang masa lalu manusia.
Istrinya, Shanta Faiia adalah seorang fotografer profesional yang mengkhususkan dirinya pada pengambilan gambar-gambar budaya dan monumen kuno. Karyanya telah dipublikasikan internasional dan pada tahun 1990 pameran fotonya Ethiopian Trilogy dibuka pada The Royal Geographical Society London oleh yang mulia Puteri Anne.
Tahun 1998, foto-foto Faiia diterbitkan dalam bentuk buku Bestseller Heaven’s Mirror dengan teks oleh Graham Hancock. Gambar Faiia diambil dari situa suci Candi Angkor di Kamboja dan Piramida terbesar Giza di Mesir yang membawa kehidupan dunia yang hilang dan ‘mencapai preatasi langka mwmbuat Anda merasa Anda berada di sana’ (Western Mail).
Faiia bekerja sama dengan Hancock pada Dunia di Bawah – Underworld. Foto-fotonya dari reruntuhan kuno bawah air di lepas pantai Jepang, seluruh Pasifik, beberapa di Indonesia dan Malaysia, juga di India, Mediteranian, Atlantik dan Karibia yang menambahkan dimensi baru pada konteks kata-kata.
Tertarik untuk mengenal beliau, ide-ide beliau tentang masa lalu manusia dapat membuka situs http://www.grahamhancock.com
Dalam bincang-bincang singkat kami, mereka membuatku penasaran ketika menjelaskan kemiripan candi Sukuh di Karanganyar Jawa Barat dengan Chichen Itza di Mexico. Dimana keduanya berada di belahan dunia yang berbeda yang dibangun sejak ribuan tahun silam dan diyakini tidak memiliki hubungan sama sekali ketika pembangunannya dilaksanakan.
Akhirnya, aku mulai melakukan pencarian di Google dan menemukan bahwa banyak sekali situs-situs kuno yang memiliki kemiripan dan sepakat dengan hipotesa Graham bahwa yang harus dibuktikan para ahli antropologi adalah hubungan ada pada masa-masa dan seharusnya korelasi itu ada.
Suskes terus pak Graham dan ibu Shanta…. Luar biasa perbincangan dalam penantian yang panjang di bandara Adisucipto, Jogyakarta. Worthedlah. … 🙂
#CourtesyVisit
*bule adalah panggilan kepada tamu asing di daerahku Sulawesi Selatan