
Day 27 – MALAM MENCEKAM
MALAM MENCEKAM
Cukup lama kami berkendara di jalan gelap gulita, sehingga saat menemukan sebuah rumah yang lampunya menyala, aku merasa sedikit lega. Rasa kantuk cukup menggangguku, apalagi jalanan yang kami lalui cukup berkelok-kelok.
“Cie, kita berhenti sebentar ya. Mau tidur sebentar saja. Takut terjadi apa-apa kalau tetap bawa mobil saat mengantuk,” ijinku pada teman seperjalananku.
Ada setengah jam aku tertidur pulas, Cicie membangunkanku dengan ketakutan. “Kak, mobil kita dikerumuni orang,” katanya.
Aku melihat sekeliling mobil. Benar saja, beberapa sapuan di kaca mobil tanda mereka berusaha untuk melihat isi mobil. Dengan membaca basmalah, aku memberanikan diri, mengambil air botol lalu membuka pintu sedikit untuk mencucui mukaku.
“wah.. baine soppiri’na ban!” kudengar seseorang berseru dalam Bahasa Enrekang yang artinya “wah Perempuan sopirnya teman!”
Dengan kemampuan berbahasa Enrekang yang terpatah-patah, aku menjelaskan bahwa kami dalam perjalanan dari Makassar menuju Toraja dan akan singgah di Cakke. Dan menyakinkan mereka bahwa aku hanya singgah untuk tidur. Keberadaan kami yang hanya berdua dan semuanya perempuan sangat mengejutkan mereka.
Rupanya tempat kami singgah adalah lokasi yang cukup rawan kejahatan. Karena suasananya yang gelap gulita serta rumah penduduk yang jarang menjadikannya terlihat begitu mencekam. Banyak perompak yang sering berkeliaran di tempat itu. Penjelasan warga membuat buku kudukku bergidik.
Kantukku hilang seketika. Kami pun pamit pada warga dan melanjutkan perjalanan. Tapi pesan warga tidak bisa kulupakan, “jika suatu waktu berkendara dan mengantuk di tengah malam, sebaiknya mencari tempat berhenti di depan pos polisi atau tempat yang lebih ramai, supaya lebih aman.”
.
.
@cahyadi_takariawan
#belajarmenulis
#kmobasicbatch49
#antologi17
#200kata
#ceritavie
#viestory
#vienulis