Bagaimanapun Caranya

Tidak bisa tidur membuatku kembali menulis. Terngiang beragam nasehat, jangan terlalu stress, nanti jadi sakit. Daripada stress, kuputuskan mencoba kembali merangkai kata demi kata, mengabadikan moment-moment yang kulalui dalam hari-hariku.

Bagi yang sering menulis, atau yang pernah menulis… pernah tidak kalian membaca kembali tulisan-tulisan yang telah lampau? Pernahkah kalian tercengang membaca tulisan sendiri dan wondering apakah benar aku yang dulu menulis ini?

Akupun melakukan hal yang sama. Perlahan kubaca lembar demi lembar tulisan-tulisanku dulu lalu tergeraklah tanganku dan mulai memilih huruf demi huruf hingga terangkai kata dan kalimat yang baru.

Pun aku tersadar telah pagi. Kutengok jam di dinding yang menunjukkan pukul 6.45. Akh masih terlalu pagi untuk orang yang tertidur setelah shalat subuh. Hari ini aku shalat subuh tepat waktu, hanya karena sepanjang malam aku memang tidak tidur.

Ku tengok hpku, melihat beberapa panggilan tak terjawab dan pesan singkat. Blackberryku rusak, sehingga aku pun kembali menggunakan handphone jadul tipe Nokia RH-112. Tidak terlalu banyak fitur yang diberikan selain telepon dan mengirim pesan.

Masih terlalu pagi untuk menelpon kembali pikirku. Kubiarkan saja hpku tergeletak hingga akhirnya berdering kembali. Melihat nama yang tertera, batinku berbisik, pasti kena marah karena persoalan kemarin.

Benar saja. Ketika telpon kuangkat dan mulai menyapa, suara serak diujung telepon mulai bercerita betapa sedihnya mendapatkan amarah dari pimpinan tertinggi. Hanya karena sebuah keputusan yang diambil di tengah jalan, dalam kondisi terdesak dan tidak terfikirkan alternatif lain.

“Ndi*, saya mendapat teguran karena tidak jadi membawa karton-karton itu ke daerah. Kenapa juga tidak terpikirkan, kalau memang 2 karton itu tidak bisa, cukup 1 saja yang saya bawa. Pada saat itu, saya hanya berpikir dana yang saya pegang tidak cukup, makanya saya kembalikan saja semuanya,” ujarnya seraya memberikan penjelasan.

“Iye pak, saya juga salah karena ketika Bapak berangkat membawa karton-karton itu, segera saya laporkan ke pimpinan bahwa bapak yang akan membawanya ke daerah. Ternyata kenyataannya, tidak jadi,” jawabku merasa ikut bersalah.

“Iye Ndi*, memang seharusnya pada saat seperti itu kita harus mencari alternatif lain sehingga barang-barang bisa tiba di daerah, bagaimanapun caranya,” kembali bapak itu menimpali.

Yah, memang sudah menjadi lazim ketika menerima perintah pimpinan, bagaimanapun caranya, perintah itu harus diselesaikan. Sungguh suatu kesyukuran ketika pimpinan dapat mengerti kondisi dan masalah yang dihadapi, dan sangat jarang pimpinan yang seperti ini.

Panggilan di pagi ini menjadi pengingat pelajaran tentang dedikasi dan loyalitas bawahan ketika mendapatkan perintah, bagaimanapun caranya harus dapat menyelesaikan tugas. Karena bukan proses yang menjadi penilaian, tapi hasil akhir yang menentukan. Dan biasanya, para pelaku-pelaku ABS – Asal Bapak Senang – biasanya yang paling pintar berada di garis akhir.

#RenunganVie

*Ndi adalah sapaan singkat dari kata Andi dalam bahasa Bugis Sulawesi Selatan yang bisa berarti adik atau sapaan anak keturunan raja, namun sekarang telah menjadi nama panggilan yang banyak digunakan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s